Kamis, 10 Mei 2012

Kiblat (Arah) Sembahyang Umat Hindu

Mayoritas masyarakat Tengger adalah beragama Hindu. Ajaran spiritual masyarakat Tengger adalah “Siwa Budha”, tetapi sekarang adalah Hindu. Adapun tiga prinsip ajaran Hindu masyarakat Tengger antara lain :

Pemujaan kepada Tuhan
Pemujaan kepada Leluhur
Pemujaan kepada alam semesta.

Akan tetapi antara Religi dengan kepercayaan masyarakat Tengger lebih kuat kepercayaannya dibandingkan religi/agamanya. Religi/agama lebih sebagai pelengkap kepercayaan (adat) masyarakat Tengger.

Konsep sembahyang umat Hindu adalah menghadap Segara Gunung. Ketika masyarakat tersebut berada di wilayah Gunung maka tempat tempat sembahyang/pure harus menghadap ke Gunung seperti halnya pada masyarakat Tengger yang tinggal diwilayah Gunung Bromo, maka seolah olah mereka menghadap ke Gunung Bromo.



Kasus diatas adalah salah satu contoh bahwa persatuan dan kesatuan di dalam lehidupan beragama (melaksanakan ibadah) adalah menjadi penting untuk dikaji.
Di masa sekarang,interaksi antara umat Hindu dari berbagai penjuru dunia menjadi semakin sering, termasuk interaksi dalam hal melakukan kegiatan keagamaan. Karenanya, dibutuhkan format-format baru untuk mengatasi perbedaan-perbedaan ritual upacara / tata cara persembahyangan antara umat Hindu dari berbagai penjuru dunia. Tanpa adanya format yang diterima umat Hindu secara international, akan susah bagi Joko, Anand, Malen dan George untuk melakukan persembahyangan bersama meskipun mereka semua beragama Hindu. Akibatnya globalisasi justru menyebabkan umat Hindu menjadi terkotak-kotak.

Dan akan menjadi kesulitan tersendiri ketika ada umat Hindu dari India yang akan bersembahyang di Tengger karena tiadanya format sebagaimana yang dimiliki umat Islam maupun Kristen.
Tidak masalah bagi umat muslim menghadapi hal ini karena dari negara manapun mereka berasal, pada hari Jum’at mereka akan sembahyang bersama. Tidak masalah juga bagi umat Kristen karena dari manapun mereka berada, mereka memiliki format untuk melakukan kegiatan keagamaan bersama yaitu kebaktian

Menurut Lontar Tutur Kuturan, ada istilah “hulu” dan “teben”. Istilah ini muncul karena keterbatasan pikiran manusia, kemudian memandang bahwa Tuhan itu seperti organ manusia, ada kepala, badan/ tangan, kaki.

Untuk bersembahyang menurut tradisi beragama Hindu di Bali, menghadap ke Timur (arah “matahari terbit”) atau gunung (sumber kemakmuran). Ini tentu bisa diperdebatkan tak henti-hentinya:

1. Benarkah matahari terbit di timur? jika kita berada di ruang angkasa manakah arah mata angin di sana?

2. Bukankah para Dewa berada di segala arah? Dan seterusnya.

Apakah masih ada pertanyaan mengapa sholat harus menghadap Ka’bah?

http://laskarislam.indonesianforum.net/t2523-kiblat-arah-sembahyang-umat-hindu